2 Mei 2013

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Definisi dan Faktor RIsiko)


Dua Jenis Perubahan Struktural Jalan Napas Pada PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit pernapasan yang sangat banyak dijumpai di masyarakat. PPOK berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) didefinisikan sebagai penyakit dengan karakteristik yang ditandai dengan terhambatnya jalan napas yang ireversibel.1 Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru akibat gas atau partikel yang bersifat merusak.


Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial1,2. PPOK bisa berupa bronkitis kronis, emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang menimbulkan dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolus.1,3,4
Faktor Risiko
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK, jauh lebih penting dari faktor-faktor penyebab lainnya.3 Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor risiko PPOK adalah:
1.   Asap Rokok
Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama mortalitas dari bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi paksa (FEV1) dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun merokok).1
Walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi dari merokok ini masih sangat bervariasi. Walaupun merokok merupakan prediktor signifikan yang paling besar pada FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1 yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor terhadap dampak merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas.1 
2.   Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah salah satu ciri-ciri dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan nafas yang hiperresponsif. Terdapat pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal. Hal ini menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata. Hipotesis alternatif dari British berpendapat bahwa asma dan PPOK pada dasarnya merupakan penyakit yang berbeda. Asma merupakan suatu fenomena alergi sedangkan PPOK diakibatkan dari hubungan rokok-inflamasi dan kerusakan.1
3.   Infeksi Respirasi
Infeksi respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa,1 terutama infeksi saluran nafas bawah berulang.3 Infeksi respirasi pada waktu anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi potensial pada perkembangan akhir PPOK.1  
4.   Paparan Debu Tempat Kerja
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara merupakan akibat dari paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan emas, dan debu kapas tekstil telah ditegaskan sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis. Bagaimanapun juga, walaupun pekerja yang bukan perokok berkembang mengalami reduksi FEV1, paparan debu turut menyumbang sebagai faktor risiko PPOK.1 
5.   Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-orang yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan. Polusi udara adalah faktor risiko yang kurang begitu penting untuk terjadinya PPOK daripada asap rokok.1       
6.   Paparan Rokok Pasif
Paparan terhadap janin dari ibu-ibu perokok menghasilkan penurunan pertumbuhan paru yang signifikan. Paparan asap tembakau dalam rahim juga memberikan kontribusi penurunan yang signifikan pada fungsi paru post natal.1
7.      Defisiensi α1 Antitrypsin
Defisiensi α1AT yang berat adalah merupakan faktor risiko genetik terjadinya PPOK. Walaupun hanya 1-2% dari pasien-pasien PPOK yang mewarisi defisiensi α1AT yang berat, namun pasien-pasien ini menunjukkan bahwa faktor genetik ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kecenderungan untuk berkembangnya PPOK. α1AT adalah suatu anti protease yang diperkirakan sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami oleh bakteri, leukosit PMN, dan monosit.1

daftar pustaka
1.       Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary disease.In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2004. p. 1547-54.
2.      Riyanto BS, Hisyam B. Obstuktif Saluran Pernapasan Akut. In: Aru W Sudoyo et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th Edition. Jakarta: FKUI; 2006. p. 984-985.
3.    Roisin, RR. Anzueto, A., Bourbeau, Jean. Teresita, S., et al. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseases (Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Updated 2010).
4.  Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK; 2004.





Tidak ada komentar :

Posting Komentar